Bandung, 14 Maret 2025 – Program Studi Pendidikan Khusus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menggelar kuliah umum bertajuk “Innovation of Inclusion on Education” dengan menghadirkan pembicara internasional, Ian Kaplan dari National Accessibility Center (NAC). Acara ini berlangsung di Auditorium FIP lantai 10, serta diikuti secara luring dan daring oleh dosen, tenaga kependidikan, serta mahasiswa Pendidikan Khusus jenjang S1, S2, dan S3.
Acara dibuka oleh Ketua Program Studi Pendidikan Khusus, Dr. dr. Riksma Nurahmi, R.A, M.Pd, yang menekankan pentingnya kolaborasi internasional dalam memperkaya wawasan mahasiswa. Sambutan dilanjutkan oleh Dekan FIP, Dr. Nandang Budiman, M.Si, yang mengajak peserta untuk tidak hanya kreatif, namun juga berani berinovasi, terutama dalam mengembangkan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus.
Dalam sesi utama yang dimoderatori oleh Miss Try Manullang, M.Pd, Ian Kaplan menyampaikan bahwa inovasi dalam pendidikan inklusif sangat penting dalam menghadapi tantangan global, termasuk ancaman terhadap keberagaman dan hak asasi manusia. Berdasarkan pengalamannya di berbagai negara, Ian menyoroti pentingnya inovasi berbasis kebutuhan nyata, bukan sekadar hasil, melainkan juga proses perubahan yang berkesinambungan.
Ian menggarisbawahi bahwa inovasi dalam pendidikan melibatkan lima aspek utama: kebijakan, kepemimpinan, hubungan antar pemangku kepentingan, pengajaran dan penilaian, serta proses meta di tingkat kelembagaan. Ia juga menekankan pentingnya siklus inovasi—dari ideasi, pengembangan, uji konsep, transisi, hingga perluasan skala—yang harus berangkat dari kebutuhan konkret peserta didik, seperti yang dilakukan dalam proyek buku pra-matematika untuk anak tunanetra di Afganistan.
Sebagai bagian dari kuliah umum ini, peserta dibagi dalam tujuh kelompok diskusi untuk mengidentifikasi permasalahan di lingkungan pendidikan masing-masing dan merumuskan solusi inovatif. Beberapa gagasan yang muncul antara lain pengembangan kurikulum inklusif di Riau, inovasi dalam pengajaran bahasa isyarat untuk anak tunarungu, serta peningkatan aksesibilitas bagi mahasiswa dengan hambatan pendengaran dan penglihatan.
Acara ditutup dengan kesimpulan bahwa inovasi pendidikan harus selalu berangkat dari kebutuhan nyata, demi memastikan semua anak, termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, mendapatkan layanan pendidikan yang layak dan berkualitas.