Lompat ke konten

Impelemtasi Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) kepada Anak dengan Hambatan Intelektual

Oleh : Inshira Nisya Eddy, Sabila Rodiah, Syakira Medina Andiani Shidiq, Tertia Sophia Putri, dan Vriya Salsabilla

Tim kelompok kecil dari prodi Pendidikan Khuhus Universitas Pendidikan Indonesia yang beranggotakan Inshira Nisya Eddy, Sabila Rodiah, Syakira Medina Andiani Shidiq, Tertia Sophia Putri, dan Vriya Salsabilla melakukan implementasi pembelajaran terhadap Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) kepada anak dengan hambatan intelektual yang dilakukan di SPLB C YPLB Cipaganti Kota Bandung.

Berdasarkan Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) 1994 di Kairo, dijelaskan definisi terkait hak-hak reproduksi, yaitu bagian dari hak asasi manusia yang diakui oleh hukum nasional, dokumen internasional tentang hak asasi manusia, dan dokumen-dokumen kesepakatan atau perjanjian lainnya. Hak-hak ini menjamin hak-hak dasar setiap pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah, jarak, dan waktu memiliki anak dan untuk memperoleh informasi dan juga terkandung makna memiliki hak untuk memperoleh standar tertinggi dari kesehatan reproduksi dan seksual. Juga termasuk hak mereka untuk membuat keputusan menyangkut reproduksi yang bebas dari diskriminasi, perlakuan sewenang-wenang, dan kekerasan.

Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) ini menjadi bagian yang penting dalam pemenuhan hak-hak reproduksi di atas. Melalui pembelajaran PKRS ini diharapkan dapat mengatasi isu permasalahan terkait kesehatan reproduksi remaja. Dalam proses pelaksanaannya, pendidikan dan pendampingan PKRS ini haruslah terpercaya serta komprehensif, yaitu harus lengkap, disampaikan berkesinambungan dan ditujukan untuk mendukung remaja dalam mengembangkan aspek keterampilan hidup, serta sikap positif dalam dirinya. Guru sebagai fasilitator dan sumber informasi di kelas berperan penting dalam pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas ini.

Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) ini wajib diberikan kepada setiap anak, tidak terkecuali kepada anak dengan hambatan intelektual. Bagi anak dengan hambatan intelektual, Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas ini menjadi urgensi yang tidak terbantahkan. Anak-anak dengan hambatan intelektual sangat rentan menjadi korban penyalahgunaan seksual. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, aspek perlindungan terhadap kekerasan seksual menjadi penting diberikan kepada anak. Selain itu, Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas ini juga diberikan untuk pencegahan masalah penyakit menular seksual. Anak dengan hambatan intelektual sering kali kesulitan memiliki akses terhadap informasi yang benar mengenai penyakit menular seksual dan cara mencegahnya. Melalui Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas ini diharapkan anak dengan hambatan intelektual mendapatkan informasi tentang upaya perlindungan diri dan risiko dari penyakit menular seksual ini.

Pada pelaksanaan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) bagi anak dengan hambatan intelektual ini perlu memperhatikan tema yang akan diberikan. Tema yang dipilih haruslah sesuai dengan kondisi anak. Untuk anak dengan hambatan intelektual, tema yang diberikan berkaitan dengan anatomi organ reproduksi, pubertas, serta kekerasan berbasis gender. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kelompok memilih memberikan pembelajaran Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) dengan tema kekerasan berbasis gender. Tema ini dianggap penting diberikan kepada anak sebagai upaya perlindungan terhadap kekerasan seksual. Sub tema yang diberikan kepada anak adalah konsep mengenai gender serta bagian anggota tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang asing.

Implementasi dilakukan dengan empat kali sesi yang dilakukan di rumah anak. Media yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran adalah Pop Up Book yang dikombinasikan dengan Buzy Book. Di dalamnya berisi materi tentang ciri-ciri perempuan dan laki-laki, anggota tubuh laki-laki dan perempuan, serta bagian-bagian badan yang tidak boleh disentuh. Dalam pelaksanaannya, anak dapat memperhatikan pembelajaran yang diberikan kepadanya. Pada akhir sesi, anak diberikan evaluasi terkait pembelajaran yang dilakukan. Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa anak sudah mampu memahami konsep gender dan membedakan antara laki-laki dan perempuan, mengenal anggota tubuhnya baik yang terlihat dan yang tertutup, serta sudah memahami bagian tubuh privasi yang tidak boleh disentuh.

Pelaksanaan program ini tidak dapat dikerjakan apabila tidak ada kerja sama antara guru dan juga orang tua peserta didik. Maka dari itu saran yang dapat diberikan adalah terus mengulang materi mengenai PKRS ini kepada peserta didik. Dengan cara yang diulang-ulang akan membuat peserta didik mampu memahami dan mencapai target untuk melindungi dirinya sendiri. Guru dan orang tua dapat lebih aktif untuk mencapai target-target yang belum peserta didik capai dari ketiga topik PKRS ini dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan dengan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) ini anak-anak dengan hambatan intelektual mendapatkan pemenuhan hak-hak reproduksinya. Dengan begitu anak dapat memahami tubuh mereka dan dapat membuat keputusan yang bijaksana tentang kesehatan reproduksi mereka.