Bandung, Pendidikan yang inklusif tidak hanya berarti memberikan akses pada semua individu, tetapi juga memastikan bahwa materi pelajaran disampaikan dengan cara yang dapat dipahami oleh semua peserta didik, termasuk peserta didik tunarungu. Program kesehatan reproduksi menjadi sebuah program yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pemahaman terkait edukasi seks bagi masyarakat Indonesia. Program ini tidak hanya diperuntukkan bagi remaja yang memasuki masa pubertas melainkan pemahaman terkait edukasi seks juga perlukan oleh setiap anak sejak usia dini dengan materi dan penyampaian yang dikemas sesuai dengan usia anak.
Mahasiswa Pendidikan Khusus Universitas Pendidikan Indonesia yaitu Fany Fortina Meilani, Galuh Aura Utami, Lidia Oktaviani, Novalianti Yuma Al Zahra, dan Sheyla Nurul Fadilah melakukan penelitian dalam pembelajaran anatomi organ reproduksi untuk peserta didik tunarungu. Penelitian ini akan berdampak pada meningkatnya pengetahuan dan kualitas hidup peserta didik tunarungu.
Asesmen dilakukan satu kali pertemuan dengan topik anatomi organ reproduksi, kekerasan berbasis gender, pubertas, serta kebersihan dan perlindungan organ reproduksi dan area privasi. Hasil dari asesmen ini menunjukkan kemampuan, ketidak mampuan dan kebutuhan peserta didik. Secara keseluruhan ketidak mampuan peserta didik pada ke empat topik Program Kesehatan Reproduksi (PKRS) yaitu pada topik anatomi organ reproduksi. Pengetahuan peserta didik pada topik anatomi organ reproduksi sangatlah minim, peserta didik belum mengetahui nama bagian dan fungsi organ reproduksi baik pada laki-laki maupun perempuan.
Berdasarkan hasil asesmen, dibuat program sesuai kebutuhan peserta didik dalam bentuk modul ajar disertai dengan media pembelajaran yaitu Papan Visualisasi Anatomi Organ Reproduksi (PAVIAOR).
Paviaor merupakan media pembelajaran yang terbuat dari papan duplex dan digambar secara manual oleh mahasiswa Pendidikan Khusus UPI. Paviaor ini memaparkan gambar serta nama-nama bagian organ reproduksi pada laki-laki dan perempuan ke dalam bentuk bongkar pasang, sehingga peserta didik dapat menggunakannya seraya menghafalnya.
Intervensi dilakukan sebanyak tiga pertemuan. Pada pertemuan pertama, peserta didik belajar mengenai anatomi organ reproduksi perempuan bagian luar beserta fungsinya. Pertemuan kedua peserta didik belajar mengenai anatomi organ reproduksi perempuan bagian dalam beserta fungsinya. Pertemuan ketiga peserta didik belajar mengenai anatomi organ reproduksi laki-laki bagian luar dan dalam beserta fungsinya. Hasil intervensi yang telah dilakukan menunjukkan adanya peningkatan mengenai pengetahuan pada nama-nama bagian organ reproduksi. Sementara itu, pada pemahaman fungsi organ reproduksi peserta didik belum cukup mengalami peningkatan yang signifikan.
Pengembangan program kesehatan reproduksi yang inklusif dan efektif sangatlah penting untuk peserta didik tunarungu karena pengembangan program ini tidak hanya memberikan akses pada informasi, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung. Dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik tunarungu, kita dapat membantu mereka memahami tubuh mereka sendiri dengan lebih baik. Hal ini adalah langkah penting menuju pendidikan yang lebih inklusif dan berkeadilan bagi semua individu.